Selasa, 25 Mei 2010

MASNAWI Buku ke-IV

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
 Inilah perjalanan kita . 
Perjalanan menuju tempat yang terbaik. 
Perjalanan yang amat sangat menguntungkan. 
Perjalanan yang akan membahagiakan para bijak.

Rumi pun sadar betul bahwa MASNAWI tidak akan " membahagiakan " mereka yang tidak bijak, karena mereka akan memproyeksikan "ketidak-bijakan" mereka pada "layar Masnawi". Lalu menonton tayangan yang sesungguhnya berasal dari "pikiran" mereka sendiri.

Bagi mereka yang putus asa, tulisan ini membawa harapan baru. Bagi para sahabat, pelita yang bercahaya. Dan bagi para kerabat, khazanah yang tak terhingga nilainya. 

Jangan memperlakukan Masnawi, sebagai karya ilmiah, karena anda akan kehilangan jiwanya. Masnawi bukanlah karya ilmiah untuk "dibedah". Masnawi bukan sekedar bacaan. Masnawi harus disentuh, dirasakan dan diselami. Bersahabatlah dengan Masnawi.
Dan diatas segalanya, jangan lupa mengucapkan terima kasih kepada Dia yang meng-"ada"-kan karya ini dari yang tidak ada. Ya, berterima kasihlah kepada Tuhan...
Pada saat yang sama, rumi juga sadar betul bahwa jiwa yang "bisa" berterimakasih merupakan anugerah Allah. Tidak setiap orang bisa berterimakasih. Tidak setiap orang bisa bersyukur dan mensyukuri. Dengarkan Rumi :

"Dan kami bermohon kepada Allah agar bisa mensyukuri pemberian-Nya".
"Umumnya kita berdo'a untuk "mendapatakan" sesuatu. Untuk memperoleh sesuatu. Seorang Rumi berdo'a untuk mensyukuri pemberian-Nya".

Seorang teman mengeluh, "Ya, Rumi bisa saja. Dia sudah mendapatkan banyak. Tinggal mensyukuri saja. Akukan belum mendapat apa-apa !".
"Belum mendapat apa-apa ? Sepasang mata, sepasang tangan dan sepasang kaki. Telinga yang bisa mendengar dan mulut yang bisa bicara. Kalau mau mensyukuri, semua itu sudah cukup untuk disyukuri. Sekarang tinggal kemauanmu. Mau mensyukuri atau tidak. Itu saja."

Allah memberkati Muhammad....
Juga para Nabi, para Rosul yang lain. Amiiin...! 

Minggu, 23 Mei 2010

Mencari Kelembutan, Kehalusan dan Keindahan

...Sambungan dari yang lalu...
Kata-kataku tak keluar.
" Setiap tahun, Hollywood memproduksi sekian banyak film. Belum tentu satupun diantaranya yang memperoleh predikat sebagai ' Evergreen title ' - tayangan abadi. Sejak ada industri film, hanya beberapa judul saja yang memperoleh predikat itu. Sekali lagi - terserah kamu, maumu apa......Tontonan sekali atau tontonan abadi ? Aku hanya bisa diam. Dia mengulangi pertanyaan-Nya, " Maumu apa ? " Aku memberanikan diri untuk menjawab, " aku tidak mau apa-apa. Tontonan sekali atau abadi, itu ueusan-Mu. Engkau pula yang harus menentukannya. Bahkan, apa harus masih ada tontonan atau cukup sudah peranku di atas panggung ini, aku tidak tahu. Tidak mau tahu. Itupun urusan-Mu ". " Ya sudah, kalau begitu wajahmu dibedaki sedikit. Seperti orang baru bangun tidur saja. Jelek banget. Ayo kerja lagi ! " Dia bisa bergurau rupanya. Aku tersenyum, " Yes Boss - whatever You say ! "
( ii )
Dia mendatangi tempat kerjaku, " Bagus, bagus, bagus.......Begitu dong ! ". Aku berdiri dan menyalami Dia, " Engkau disini, ditempat kerjaku ? " " Dari dulu juga disini. Kamu saja yang baru melihat Aku ". Aku " sadar " kembali, " Ya, ya - Engkau memang selalu disini. Aku saja yang baru melihat-Mu. Selama ini siapa yang menuntun pikiranku, kalau bukan Kamu ? Siapa pula yang menggerakan tanganku, kalau bukan Kamu ?. Lalu siapa yang menulis lewat penaku ? Siapa yang menyediakan pena dan kertas ? Ya, ya - selama ini Engkau memang selalu disini. Aku saja yang baru melihat-Mu ". Sekali lagi, Dia menuntun pikiranku. Sekali lagi, Dia menggerakkan tanganku. Sekali lagi, Dia menyediakan kertas dan pena. Dan sekali lagi, aku berteman dengan kamu, kamu dan kamu, karena Dia menghendaki pertemuan ini !. * * * * Begitu kita mulai melihat tangan Dia dibalik setiap peristiwa, hidup menjadi sangat simple. Sederhana, indah !. Orang melempari anda dengan batu, dan batu itu menjadi bunga. Orang menggantung anda di atas salib dan kayu salib itu membuat anda menjadi abadi. Orang memenggal kepala anda dan yang terpenggal hanyalah ego anda. Orang melukai anda, membunuh anda - ternyata yang terluka hanyalah kesadaran rendah. Yang terbunuh hanyalah hewan di dalam diri anda. MASNAWI ini mengajak kita untuk melihat Tangan Dia dibalik setiap peristiwa, untuk mensyukuri setiap kejadian. Dan di atas segalanya, untuk menyadari kehadiran Dia di sini dan di sana. Di barat dan di timur. Di darat dan di laut. Di mana-mana.

Sabtu, 22 Mei 2010

Mencari Kelembutan, Kehalusan dan Keindahan

Dia Yang Lembut, Halus dan Indah menegur aku, " Wajahmu koq begitu sih ? Jelek banget. Apa yang terjadi ? ". Sudah tahu bahwa Dia mengetahui segala sesuatu, aku masih tidak sadar juga. Masih saja menjawab pertanyaan-Nya, " Aku bilang Engkau lembut - mereka bilang Engkau keras. Aku bilang Engkau halus, mereka bilang Engkau kasar. Aku bilang Engkau indah, dan...dan mereka bilang, mereka bilang.......... " Mereka bilang, Aku jelek. Itu maksudmu ? " " Ya, tidak sejelas itu. Tetapi kata mereka Engkau memperbolehkan kekerasan dan perang ". " Sekaligus menjarah dan merampas hak orang dan membakar tempat-tempat ibadah. Dan semua itu atas nama-Ku...". " Ya, ya,... koq bisa begitu ?". " Ya, memang harus begitu. aku ibarat layar luas, putih - bersih. Setiap orang memproyeksikan ' pikirannya ' di atas layar itu. Kalau ada kekerasan di dalam pikiran seseorang, maka yang diproyeksikan juga kekerasan. Lalu yang terlihat kekerasan juga. Kalau ada kelembutan di dalam pikiran seseorang, yang diproyeksikan kelembutan dan yang terlihat kelembutan juga. Sesungguhnya, Aku melampaui segala macam dualitas. Baik kelembutan maupun kekerasan - dua-duanya hanya produk pikiran kalian. Layar luas itu tidak terpengaruh oleh adegan-adegan kekerasan maupun kelembutan ". " Kalau begitu, suka-suka kami ?! Mau keras, mau lembut - semau kami saja ?! Toh adegan-adegan itu tidak abadi. Yang abadi adalah layar luas itu ". - kesimpulanku ngawur. Akupun sadar. Tetapi mau menyimpulkan apa lagi ?. " Terserah kamu. Asal tahu, film 'jelek' diputar di gedung bioskop yang jelek pula. Disanapun Aku ada. Sebagai layar luas Aku ada dimana-mana. Tetapi siapa yang mau mendatangi gedung bioskop yang jelek itu ? Siapa yang akan menonton kamu ? Hanya mereka yang tidak bisa menghargai tontonan bermutu. Sebaliknya, apabila engkau menghadirkan tontonan yang bermutu, maka yang datang untuk menonton adalah mereka yang 'tahu' mutu ". Aku hanya bisa diam. " Nah, terserah kamu, maumu apa ? bermuka masam dan memikirkan mereka yang tidak tahu mutu, mereka yang hanya melihat kekerasan dan kejelekan ? Atau menyiapkan tontonan yang bermutu, dengan harapan bahwa mereka yang hari ini belum tahu mutu, kelak akan mengetahuinya juga ? "